Bahasa lain

Pertanyaan

3.1 Penjabaran Kasus
Kasus Nike sudah bukan rahasia umum lagi, berbagai demo terkait dengan ketidakpuasan buruh terhadap manajemen Nike terus bergulir sejak pertengahan 2011 lalu. Berita ini menyebar hampir diseluruh media, dan akhirnya membawa-bawa nama pemerintah Indonesia yang dianggap tutup mata tentang kasus ini. Sebuah Non-Governmental Organization (NGO) yang dibentuk tahun 2000, Team Sweat, ikut turun tangan mengatasi masalah ini. Team Sweat dibentuk untuk melakukan koalisi internasional antar pekerja Nike demi mempertahankan hak mereka sebagai pekerja, terutama pekerja harus dibayar dengan upah yang sesuai.
Salah satu masalah yang mereka soroti adalah kasus kontraktor Nike di Karawang, Jawa Barat, PT Chang Shin (PT CS). Perusahaan ini telah memproduksi Nike selama satu tahun, produk Nike yang mereka produksi ada dua jenis yaitu untuk running shoes dan sepatu anak-anak. Seorang pekerja mereka Pak Karyana terpilih menjadi pimpinan serikat pekerja di PT CS, namun tidak ada fasilitas apapun yang diterima Pak Karyana untuk memimpin serikat pekerja di sana. Pak Karyana menjadi target intimidasi oleh manajemen perusahaan.Akibat tingkah laku Pak Karyana yang selalu mengkritisi isu-isu pekerja di PT CS membuat manajemen mengambil sikap untuk membubarkan serikat pekerja. Pak Karyana juga diancam oleh manajer disana, Pak Sutikno, dan dituntut dengan Pasal 158 Poin E. Pak Karyana masih terus diintimidasi sampai sekarang (Keady, 2011).
Kasus Nike berikutnya datang dari PT Hardaya Aneka Shoes Industri (HASI) dan PT Naga Sakti Paramashoes (NASA). NASA dan HASI adalah dua pabrik yang selama ini memproduksi sepatu Nike, namun tanpa alasan yang tidak jelas Nike memutuskan kontrak. Pegawai kedua perusahaan tersebut yang jumlahnya mencapai 14.000 orang pun dibuat gelisah, mereka semua terancam di PHK. Surat pemutusan kontrak datang tanggal 6 Juli 2007, dan menyatakan bahwa kontrak akan berakhir tahun 2008 ini. CEO HASI, Ibu Hartati beranggapan Nike hanya mengada-ada tentang pemutusan kontrak, HASI termasuk sebagai 15 besar pabrik Nike dengan performa terbaik, bahkan return produk hanya 2%. Nilai tersebut jauh lebih kecil dibanding pabrik Nike lainnya yang mencapai 11-12%. Semua tuntutan Nike terhadap kinerja hanya masalah administratif, dan terkesan tidak masuk akal. Ibu Hartati yakin bahwa standard produk dari HASI dan NASA sudah sangat memenuhi permintaan Nike. Jadi tidak mungkin pemutusan kontrak terjadi karena kualitas buruk (Anonim, 2011).
Tidak cukup dengan masalah pemutusan kontrak secara sepihak, keluhan tentang manajemen Nike juga terjadi di Sukabumi, Jawa Barat. Pou Chen Group, sebuah perusahaan asal Taiwan, telah memproduksi Converse yang telah diambil Nike selama empat tahun terakhir ini. Salah seorang pekerja mereka mengatakan bahwa supervisor Pou Chen Group sangat tidak memperhatikan hak-hak pekerja. Ia pernah ditendang oleh supervisor saat salah memotong sol sepatu. Pekerja bingung harus melakukan tindakan apa, jika mereka diam maka akan terus disiksa, namun jika mereka membawa berita ini keluar, mereka akan dipecat dengan tidak hormat.
Pabrik ini memiliki 10.000 orang pekerja yang didominasi oleh perempuan. Mereka menerima bayaran 50 sen per jam, makanan, dan barak untuk menginap. Pada Maret dan April lalu pekerja dipukul hingga lengannya terluka, bahkan sampai berdarah. Ketika pekerja mengeluhkan tindakan tersebut, tanpa pertimbangan apapun akan langsung dipecat.
Kasus penganiayaan pekerja juga terjadi di PT Amara, pabrik Nike yang juga memproduksi Converse. Para supervisor dengan sengaja menjemur 6 orang pekerja perempuan mereka di bawah terik matahari saat mereka gagal menyelesaikan target 60 lusin sepatu di waktu yang telah ditentukan. Ketika 6 perempuan tersebut menangis, setelah dijemur selama 2 jam di bawah terik matahari, mereka kembali diijinkan untuk bekerja. Supervisor PT Amara sebenarnya telah mendapatkan surat peringatan dari serikat pekerja tentang peristiwa tersebut. Namun kasus yang sama terus berulang (Megasari, 2011).
Hampir di seluruh pabrik Nike di Indonesia melakukan pelanggaran jam kerja, fakta di lapangan menunjukkan bahwa:
a. 50% hingga 100% buruh Nike, jam kerja melebihi yang ditentukan oleh Code of Conduct.
b. 25% hingga 50% pabrik Nike, buruh bekerja selama 7 hari dalam seminggu.
c. 25% hingga 50% pabrik Nike, jam kerja buruh melebihi jam kerja yang diatur secara hukum.
d. 25% pabrik Nike, pekerja dihukum ketika menolak bekerja lembur.
Fakta lain yang mengejutkan adalah mengenai upah para buruh yang tidak sebanding dengan harga sepasang sepatu yang dibandrol oleh Nike.
berikan solusinya?

1 Jawaban

  • Melihat kasus Nike di Indonesia, ada beberapa hal yang seharusnya dilakukan 4 pemain besar dalamĀ  kasus ini, terutama yang terkait dengan manajemen sumber daya manusia. Kontraktor Indonesia tidak dapat bergerak bebas karena terkait oleh Nike Internasional, dimana semua langkah diatur dalam peraturan pemerintah Indonesia. Sedikit saja terjadi kesimpangsiuran maka yang dipertaruhkan adalah nasib pekerja dan keunggulan kompetitif bangsa di mata dunia.

    Manajemen SDM yang baik diperlukan dalam kasus ini, sehingga semua stakeholders dapat terintegrasi dengan baik dan berhasil meraih tujuan bersama. Kerjasama yang baik antar pemerintah, NGO, pekerja, dan kontraktor memperkuat posisi pekerja di mata Nike Internasional. Nike membutuhkan Indonesia sebagai lahan produksi murah, Indonesia membutuhkan Nike untuk memperluas lapangan pekerjaan, dan pekerja membutuhkan kontraktor (produsen) sebagai tempat bekerja.

    Langkah-langkah yang dapat dilakukan (tanpa mempertimbangkan unsur politis) adalah sebagai berikut:

    Pemerintah

    1. Perkuat prinsip pemerintah untuk mengutamakan kepentingan rakyat.
    2. Permudah peraturan investasi asing di Indonesia, sehingga investor bisa masuk dengan mudah.
    3. Perbaiki moral pemain pemerintah untuk menegakkan peraturan.
    4. Tinjau ulang upah minimum regional untuk pekerja.
    5. Audit dilakukan secara annual ke setiap perusahaan asing di Indonesia.
    6. Ciptakan tenaga kerja yang terampil dengan pelatihan.Berikan pemahaman pada pekerja, bahwa pemerintah akan melindungi gerakan mereka, sejauh itu sesuai dengan peraturan.

    Kontraktor (Produsen)

    1. Tegakkan peraturan yang telah diatur oleh perusahaan asing dengan baik dan benar.
    2. Lakukan mediasi dengan pihak asing jika dirasa ada peraturan yang memberatkan.
    3. Buat serikat pekerja yang terkoneksi dengan seluruh kontraktor dari penanam modal yang sama.
    4. Hindari hukuman fisik dengan pekerja, lakukan jika memang pekerjaan mereka membutuhkan kekuatan fisik.
    5. Berikan pelatihan dan pemberian motivasi untuk menguatkan hubungan kekeluargaan antara pekerja dan perusahaan.
    6. Jangan kalah dengan ancaman perusahaan asing, karena sesungguhnya mereka juga membutuhkan Indonesia.
    7. Berikan upah sesuai dengan aturan, tanpa memandang pekerja lokal atau pekerja asing.
    8. Perkuat hubungan dengan NGO dan serikat pekerja nasional.Berikan reward yang sesuai jika pekerja melakukan pekerjaan dengan baik dibanding standar yang berlaku.

    Non-Governmental Organization (NGO)

    1. Fasilitasi pekerja untuk menyampaikan aspirasi mereka.
    2. Lindungi hak-hak pekerja melalui jalan kerjasama dengan pemerintah dan perusahaan.
    3. Berikan fasilitas agar pekerja dapat sharing dengan pekerja dari industri asing lain.
    4. Berikan pengetahuan bagi pekerja tentang kedudukan mereka sebagai pekerja di perusahaan asing.
    5. Berikan pemahaman bahwa perusahaan (kontraktor) tempat mereka bekerja juga dituntut target oleh perusahaan asing pusat.

    Pekerja

    1. Beranikan diri untuk mengungkapkan apa yang terjadi dalam perusahaan melalui NGO terkait.
    2. Bekerja dengan loyal dan baik sesuai peraturan perusahaan.
    3. Jika memang sudah tidak sanggup menerima beban pekerjaan maka lebih baik keluar.
    4. Gunakan jalan damai, sebelum melakukan aksi industrial.
    5. Pererat ikatan antara perusahaan dan pekerja, melalui berbagai event diluar rutinitas pekerjaan.

Pertanyaan Lainnya